Selamat Datang di Website Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) Korda Sulawesi Utara
 

Rabu, Mei 18, 2011

Hanya Siswa SD Kunjungi Museum Perjuangan

0 komentar
Hanya Siswa SD Kunjungi Museum Perjuangan

SAAT matahari di sepenggelan, pria sebaya Yasir Intajah (49), duduk dipelataran rumah dinas, memandangi pepohonan hijau depan rumahnya, sesekali pandangannya mengamati lalu-lalang kendaraan bermotor di ruas jalan Bethesda.

Sejak tahun 2000 dirinya dipercaya oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat untuk menjaga, merawat dan menata keberadaan Museum Perjuangan.

Ayah beranak tiga tersebut meski sudah sedikit berambut uban semangatnya untuk menjaga lokasi peninggalan sejarah tersebut tak dipertanyakan lagi. "Pagi sore saya terus bersihkan," ujarnya.

Menurutnya, orang-orang yang berkunjung ke museum tak seramai yang diperkirakan. Mereka yang datang kebanyakan anak-anak Sekolah Dasar, dari kalangan umum masih banyak yang enggan singgah.

"Itu pun para siswa SD yang datang secara berkelompok, yang mengatasnamakan lembaga sekolah masing-masing," kata Yasir.

Padahal isi Museum Perjuangan sangat bersejarah, mengungkap kesaksian hidup perjuangan tentara Republik Indonesia memperebutkan kedaulatan bangsa dari tangan penjajah Belanda dan Jepang.

Di dalam ruangan 18 x 21 meter tersebut menyuguhkan beberapa benda-benda berupa foto dan buku mengenai peran perjuangan Kodam 13 Merdeka, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa menumpas geraka n pemberontakan yang mempengaruhi terhadap keutuhan bangsa dan negara.  

Berdirinya museum terjadi di tahun 1979, tutur Yasir. Persisnya tanggal 27 Februari diresmikan oleh Panglima Rudini Brigjen TNI, namun memasuki 14 Februari 1992 dilakukan renovasi oleh Dan Rem 131 Santiago Tedy Jusuf Kol Inf.

"Rencana akan ada tambahan lagi. Bekas senjata-senjata perang jaman dulu yang masih di Makasar akan dibawa kemari tapi kami masih terbentur dana," kata pria berpangkat Kopral Kepala Angkatan Darat ini.

Belum lama ini, ada beberapa orang memberi masukan kepada Yasir, lebih baik mengunjungi pusat perbelanjaan Mall karena masuk ke museum panas, sumpek, tak sejuk dan kurang mampu memberikan hiburan.

"Saya bilang saja dulu memperjuangkan kemerdekaan itu panasnya dan pengorbanannya lebih yang ada di suasana museum," ujar pria kelahiran Luwuk Sulawesi Tengah ini.     

Ditempat terpisah, Mahyudin Damis, Antropolog Sulawesi Utara, menuturkan, keberadaan museum di sebuah daerah itu memiliki banyak manfaat, satu di antaranya sebagai identitas kesukuan kebangsaan dan humonaria. Namun masalahnya, di Sulut hanya mengutamakan kemajuan dalam bidang ekonomi dan teknologi semata.

"Rasanya hambar dan kering jika humaniora di nomorduakan. Humaniora itulah kita bisa gali kearifan lokal," katanya.

Mahyudin menjelaskan, sebagai tawaran solutif, museum itu harus dikemas sesuai dengan kondisi masyarakat terkini, meski yang disuguhkan itu benda-benda purbakala. Kemas museum semenarik mungkin. "Mari kita ingat orang tua kita. Jangan lupakan pelajarannya," tuturnya. (budisusilo/manado.tribunnews.com)

0 komentar:

 
GMPI KORDA SULUT © CopyRight2011 GMPI KORDA SULUT Website Design. oleh Andre Sulung